JAKARTA--Untuk memahami ayat-ayat
Al-Qur’an tentang pemimpin, harus dilihat dari konteksnya di zaman Nabi
SAW, yakni konteks penjajahan Romawi atas sebahagian negeri Arab dan
konteks kepemimpinan yang berlaku umum dalam bentuk kekaisaran atau
kerajaan.
Untuk zaman itu, ayat-ayat tentang kepemimpinan mengandung anjuran
menghindari memilih orang Yahudi dan Kristen yang waktu itu berpihak
pada Romawi yang menzalimi bangsa Arab.
Dalam konteks kezaliman itulah, ayat-ayat Al-Qur’an melarang memilih non Muslim menjadi pemimpin, seperti dalam Q.S. Ali Imran:28, Q.S.Al-Nisa: 138-139, Q.S.Al-Nisa:144, Q.S.Al-Ma’idah: 51, dll.
Adapun dalam konteks kedamaian bagi bangsa yang masyarakatnya plural, seperti masyarakat Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW yang di dalamnya umat Islam mempelopori kebersamaan dengan umat Yahudi dan Kristen, maka berlakulah hukum rukhshah (kemudahan).
Yakni umat Islam dibolehkan bekerjasama dan memilih pendamping, pemimpin yang adil dari kalangan non Muslim. Dalam kondisi seperti inilah, berlaku pesan-pesan ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik (bekerjasama) dan berlaku adil terhadap orang-orang (umat agama lain) yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S.Al-Mumtahanah: 8);
Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani (Kristen)“. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri. (Q.S.Al-Ma’idah: 82).
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.Al-Ma’idah:8).
Dalam Tafsir Al-Qurthubi Juz 6 hal. 110, ditegaskan bahwa perbedaan agama tidak boleh menjadi penghalang bagi umat Islam berbuat adil (bekerjasama) dengan umat agama lain.
Maka, berdasarkan ajaran Islam di atas, warga Muslim Jakarta dibolehkan memilih Pemimpin (Gubernur) yang bekerjasama dengan umat agama lain (wakil gubernur non muslim) mengingat kondisi Jakarta dewasa ini adalah masyarakat plural yang damai, sebagaimana Rasulullah SAW juga membangun masyarakat plural di Madinah.
Apalagi, jabatan Gubernur & Wakil Gubernur, bukanlah Kaisar dan Raja yang berkuasa absolut, tapi kekuasaannya terbatas hanya pada kekuasaan eksekutif di DKI Jakarta saja, tidak sekaligus membawahi kekuasaan legislatif dan yudikatif.
Selamat memilih gubernur dan wakil gubernur, demi kesejahteraan, kedamaian dan kerjasama semua warga Jakarta, tanpa membedakan agama dan etnisnya. Wllah a'lamu bi al-shawab.
Sumber
Dalam konteks kezaliman itulah, ayat-ayat Al-Qur’an melarang memilih non Muslim menjadi pemimpin, seperti dalam Q.S. Ali Imran:28, Q.S.Al-Nisa: 138-139, Q.S.Al-Nisa:144, Q.S.Al-Ma’idah: 51, dll.
Adapun dalam konteks kedamaian bagi bangsa yang masyarakatnya plural, seperti masyarakat Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW yang di dalamnya umat Islam mempelopori kebersamaan dengan umat Yahudi dan Kristen, maka berlakulah hukum rukhshah (kemudahan).
Yakni umat Islam dibolehkan bekerjasama dan memilih pendamping, pemimpin yang adil dari kalangan non Muslim. Dalam kondisi seperti inilah, berlaku pesan-pesan ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik (bekerjasama) dan berlaku adil terhadap orang-orang (umat agama lain) yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S.Al-Mumtahanah: 8);
Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani (Kristen)“. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri. (Q.S.Al-Ma’idah: 82).
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.Al-Ma’idah:8).
Dalam Tafsir Al-Qurthubi Juz 6 hal. 110, ditegaskan bahwa perbedaan agama tidak boleh menjadi penghalang bagi umat Islam berbuat adil (bekerjasama) dengan umat agama lain.
Maka, berdasarkan ajaran Islam di atas, warga Muslim Jakarta dibolehkan memilih Pemimpin (Gubernur) yang bekerjasama dengan umat agama lain (wakil gubernur non muslim) mengingat kondisi Jakarta dewasa ini adalah masyarakat plural yang damai, sebagaimana Rasulullah SAW juga membangun masyarakat plural di Madinah.
Apalagi, jabatan Gubernur & Wakil Gubernur, bukanlah Kaisar dan Raja yang berkuasa absolut, tapi kekuasaannya terbatas hanya pada kekuasaan eksekutif di DKI Jakarta saja, tidak sekaligus membawahi kekuasaan legislatif dan yudikatif.
Selamat memilih gubernur dan wakil gubernur, demi kesejahteraan, kedamaian dan kerjasama semua warga Jakarta, tanpa membedakan agama dan etnisnya. Wllah a'lamu bi al-shawab.
Sumber
ConversionConversion EmoticonEmoticon