Ilustrasi obat-obatan
Demikian disampaikan Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik dan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) BPOM Roland Hutapea, saat acara talkshow bertema 'Supaya Terhindar dari Obat Palsu', Rabu, (13/6/2012), di Gedung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta.
Menurut Roland, jenis obat yang paling banyak dipalsukan adalah golongan obat pereda sakit seperti asam mafenamat, obat malaria, obat kuat dan antibiotika.
"Ponstan (asam mafenamat) produk yang paling banyak dipalsukan dalam 5-6 tahun terakhir. Ada juga obat malaria seperti Fansidar, Super Tetra (antibiotik), dan beberapa obat kuat," katanya.
Roland menyampaikan, peredaran obat palsu paling banyak ditemukan melalui internet dan media jejaring sosial. Biasanya, harga obat palsu ini jauh lebih murah ketimbang aslinya dan bisa dibeli dimana saja, seperti warung dan toko obat.
"Faktor ekonomi diduga menjadi pemicu utama masih banyak beredaranya obat palsu di masyarakat," ujar Roland.
Roland mengungkapkan, hasil temuan BPOM di lapangan menunjukkan, ada sekitar satu persen obat palsu yang beredar dipasaran. Meski jumlah ini terbilang kecil tetapi hal itu tidak bisa ditolerir karena menyangkut keselamatan nyawa seseorang.
"Jadi kita tidak terfokus dari berapa persen jumlahnya. Ada satu jenis saja obat palsu tidak bisa dibiarkan karena ini adalah kejahatan kemanusiaan," terangnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat BPOM Hendri Siswadi menyampaikan, peredaran obat palsu adalah masalah serius yang saat ini masih dihadapi seluruh negara dunia, termasuk Indonesia.
Edukasi ke masyarakat luas untuk meningkatkan kesadaran terhadap bahaya obat palsu diperlukan agar mata rantai peredaran obat palsu dapat diputus.
"Kami menyadari untuk mengatasi masalah obat palsu harus dilakukan upaya terpadu antara pembuat kebijakan, pelayanan kesehatan, industri obat dan masyarakat," terangnya.
Siswadi mengatakan, banyak kasus penggunaan obat yang tidak tepat akibat banyak obat yang dibeli bebas tanpa resep dokter, terlebih dengan gencarnya informasi obat yang beredar di media massa dan makin banyak masyarakat yang tanpa sadar membeli obat palsu untuk mengobati penyakit mereka.
"Untuk itu, satu-satunya jalan agar terhindar dari obat palsu adalah membeli obat di sarana legal seperti apotik," ujarnya.
Hasil pengawasan Badan POM dalam 4 tahun terakhir menunjukkan, adanya penurunan peredaran obat palsu di mana pada tahun 2008 Badan POM menemukan 24 item obat palsu dan pada tahun 2011 menemukan 8 item obat palsu.
Pelanggaran terkait transaksi atau peredaran obat palsu merupakan tindakan pidana yang harus diproses melalui pengadilan. Dari sejumlah kasus yang sudah diputuskan tiga tahun terakhir, hukuman yang dijatuhkan masih tidak menimbulkan efek jera karena putusannya berkisar antara hukuman percobaan 2-5 bulan dan pidana denda berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 4.000.000.
Sumber
ConversionConversion EmoticonEmoticon